Lingkungan yang nyaman adalah hak semua orang. Namun, kewajiban semua orang pula membuat bumi menjadi tempat yang lebih layak huni. Berbagai upaya dilakukan untuk mendorong inisiatif warga dunia mengambil tindakan bagi planet biru ini, salah satunya hari bumi yang rutin diperingati setiap 22 april. Berawal dari gagasan Senator Gaylord Nelson di Seattle, AS tahun 1969 untuk memasukkan isu lingkungan dalam materi palajaran. Semangat tersebut berhasil memobilisasi jutaan warga Amerika Serikat pada tahun 1970 untuk turun ke jalan ini akhirnya menjalar ke seantero dunia.
Hari bumi yang kemudian “menular” ke seantero dunia ini berhasil mendorong orang untuk mulai mengambil langkah bagi lingkungan. Dengan caranya masing-masing, setiap orang diharapkan dapat berkotribusi untuk menekan segala kekeliruan yang diakibatkan oleh ulah manusia sendiri.
Sektor industri pun didorong untuk mengambil peranan, antara lain dengan berinovasi membuat produk yang lebih ramah lingkungan. Dari segi material maupun dari performa kerja. Selain itu, hutan bagi rakyat menjadi strategi utama pemanfaatan alam. Pemanfaatan fungsi ekonomi hutan tanpa mengabaikan fungsi ekologi demi masa depan.
Sejak Indonesia menargetkan penurunan emisi 2020 sebesar 26 persen, 14 persen diantaranya dari sektor kehutanan, fungsi ekonomi dari hutan seperti dari tersandera. Kampanya perubahan iklim perlahan-lahan seperti mambangun tembok besar yang melindungi kawasan hutan dari eksploitasi. Padahal, fungsi ekonomi hutan harus tetap seimbang dengan fungsi ekologi. Apalagi Indonesia dengan 230 juta penduduk masih membutuhkan lahan untuk pemukiman, pertanian, dan sebagainya.
Rakyat menjadi prioritas pengelolaan kawasan hutan karena dinilai lebih peka terhadap fungsi ekologi. Setidaknya mereka sadar, kerusakan ekologi akan menjadi malapetaka yang merusak harta benda, lahan pertanian, dan infrakstuktur. Tanaman hutan kini jadi komoditas penting karena eksploitasi hutan alam makin dibatasi. Mahoni, dammar, jati, sampai sengon menjadi primadona industri kehutanan yang terus membutuhkan bahan baku. Industri mebel, kayu olahan, dan panel kayu yang berorientasi ekspor terus meningkatkan konsumsi bahan baku.
Dengan adanya trauma degradasi lingkungan akibat eksploitasi oleh pemodal besar mendorong warga berjuang merebut hutan mereka kembali. Mereka ingin menikmati lagi kehidupan dari hutan yang lestari. Warga diharapkan untuk bertindak, jangan hanya diam melihat perlahan-lahan kerusakan ekologi hutan yang semakin parah oleh eksploitasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar