Kamis, 27 Mei 2010

AKTIVITAS EKSPLOITASI BERDAMPAK KERUSAKAN LINGKUNGAN

Kondisi kawasan hutan Cagar Alam Praya, Kota Singkawang. Kalimantan Barat, rusak parah. Hal itu akibat maraknya penambangan emas illegal secara tradisional di kawasan konservasi. Brigade Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Kalbar yang melakukan operasi di kawasan cagar alam sejak Senin (12/4) hanya berhasil menyita sejumlah peralatan tambang di 10 lokasi. Peralatan yang digunakan bahkan dimusnahkan dengan harapan, para penambang tidak melakukan kegiatan di Cagar Alam Paraya.
Petugas juga berkoordinasi dengan aparat desa dan kecamatan untuk menghimbau masyarakat agar tidak melakukan penambangan emas di cagar alam. Penambangan dilakukan di perbikitan dengan menggali bongkahan batu besar. Aktivitas mereka sangat membahayakan dan merusak lingkungan karena bias meninbulkan longsor. Apalagi dilakukan di cagar alam.
Pertambangan itu melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informasi Kalimantan Tengah meminta perusahaan pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit bertanggung jawab dan ikut membantu memperbaiki jalan negara yang rusak akibat pengangkutan batu bara dan sawit. Kerusakan terjadi karena tonase angkutan batu bara dan sawit melebihi kemampuan jalan negara. Seperti halnya di Jambi, saat ini sejumlah perusahaan tambang batu bara belum mengurus izin pinjam pakai hutan di Provinsi Jambi. Lebih dari 500.000 hektar hutan di Provinsi Jambi saat ini masuk dalam kuasa pertambangan batu bara. Aktivitas sejumlah usaha pertambangan batu bara itu bahkan disinyalir berda di kawasan taman nasional.
Hingga saat ini baru empat kuasa pertambangan batu bara di provinsi itu yang mengantonggi izin pinjam pakai hutan. Padahal, terdapat lebih dari 100 kuasa pertambangan yang melaksanakan aktivitas eksploitasi maupun eksplorasi. Sementara itu, di Kalimantan Selatan, truk bermuatan penuh batu bara masih banyak yang melalui jalan Negara dan jalan provinsi. Padahal, menurut Peraturan Daerah (Perda) Kalimantan Selatan Nomor 3 Tahun 2009, truk bermuatan batu bara, bijih besi, dan kelapa sawit dilarang melalui jalan-jalan umum.
Selain melanggar Perda Kalsel No 3/2009 soal Larangan Angkutan Batu Bara dan Sawit Melewati Jalan Umum, truk-truk itu juga berpotensi membuat aspaljalan cepat rusak. Truk bermuatan batu bara yang tertangkap tangan tengah melintas rata-rata memiliki berat diatas 8 ton. Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel mengatakan untuk butuh keseriusan aparat untuk menindak pelanggaran tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar